Mencegah Kenaikan Berat Badan Selama Berpuasa
Bukan jarang terjadi selama menjalani ibadah puasa badan bertambah gemuk. Tentu ada yang keliru dalam cara kita menyantap makanan dan minuman selama kita berpuasa. Adakah kiat bagaimana yang tidak kita harapkan itu tak perlu terjadi? Mari kita memperbincangkannya di bawah ini.Agar berpuasa tidak menambah berat badan kita.
Hemat medik dalam hal berpuasa seyogyanyalah tetap disikapi sebagai hanya memindahkan jadwal makan dan minum belaka. Namun apabila sikap sehat semacam itu tidak diberpihaki, sedikit banyak berat badan sehabis berpuasa akan melebihi keadaan sebelum berpuasa.
Kalau berpuasa disikapi dengan menambah porsi makan, dan jenis menu yang dikonsumsi berubah menjadi tinggi kalori, maka hampir pasti puasa bakal menghasilkan kegemukan. Maka kiatnya tentu tetap memelihara porsi makan sebagaimana sebelum berpuasa, selain pilihan menu pun bukanlah jenis yang tinggi muatan kalorinya
Tidak menambah jumlah kalori yang dikonsumsi.
Selama berpuasa tubuh kita membutuhkan kalori yang sama besar dengan pada waktu tubuh tidak dibawa berpuasa. Bila aktivitas kita selama berpuasa dikurangi, mestinya justru akan mengurangi kebutuhan kalori tubuh. Itu berarti, setiap kelebihan kalori yang masuk selama berpuasa, akan disimpan oleh tubuh sebagai lemak di bawah kulit. Lemak di bawah kulit itu yang akan menambah berat badan. Maka kendati hanya dua kali makan, porsinya tidak boleh melebihi menu harian yang tiga kali makan.
Porsi tetap namun dapat memberi kalori lebih banyak kepada tubuh, bila jenis menunya berbeda.
Kerancuan begini yang kerap terjadi selama menjalani ibadah puasa. Merasa porsi makannya tidak ditambah, namun kok tetap saja badan masih melar juga. Mengapa?
Oleh karena setiap menu memiliki muatan kalori yang tidak sama. Segelas es krim lebih banyak kalorinya dibanding segelas air sirop. Sepotong keju lebih tinggi kalorinya daripada sepotong tahu. Sekerat alpokat lebih besar kalorinya ketimbang sekerat semangka. Agar kalori yang masuk tidak berlebih, porsi jenis menu yang berkalori tinggi harus dikonsumsi lebih sedikit dibanding mengkonsumsi menu yang berkalori rendah.
Menu berkalori tinggi dan menu berkalori rendah.
Menu harian ada yang berkalori tinggi, seperti semua menu berlemak (gorengan, santan, daging berlemak, jerohan), ada juga yang berkalori rendah (makanan pokok: beras, ubi, sagu, jagung). Sama halnya dengan sumber makanan berprotein (telur, ikan, tahu, tempe, daging), sumber makanan dari karbohidrat (nasi, ubi, mi, jagung, sagu) hanya memberikan 4 kilokalori/Gram bahan. Sedangkan sumber makanan berlemak (minyak goreng, santan, lemak daging) memberikan 9 kilokalori/Gram bahan.
Jadi untuk mendapatkan jumlah kalori yang sama dengan yang diperoleh dari sumber makanan karbohidrat maupun protein, kalau ingin menukarnya dengan menu berlemak, cukup mengonsumsi separuh dari porsi menu yang berasal dari karbohidrat atau protein.
Namun gizi seimbang tidak bisa ditukar sesederhana begitu. Dalam menu sehari kita tidak cukup mengisinya dengan kalori yang berasal hanya dari mengkonsumsi karbohidrat saja, atau lemak saja, atau protein saja, untuk menggantikan tugas menu sumber makanan lainnya. Semua jenis sumber bahan makanan berkarbohidrat, berlemak, dan berpotein, harus tersedia secara lengkap setiap hari dalam menu kita, dan takarannya pun diatur seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Sebagian besar kalori harian kita seharusnya diperoleh dari karbohidrat (nasi, sagu, jagung), sebagian lebih kecil dari lemak dan protein. Tidak boleh semuanya hanya berasal dari protein saja, atau dari lemak saja, atau hanya dari karbohidrat saja, misalnya.
Sahur sebaiknya dengan jenis menu berkarbohidrat tinggi, bukan gula jadi.
Menu sahur sebaiknya bukan gula jadi (gula pasir, madu, sirop) melainkan menu berkarbohidrat, seperti nasi, ubi, mi, jagung, sagu, atau sereal. Mengapa? Karena gula jadi akan langsung diserap, sehingga proses menjadi lekas laparnya lebih cepat terjadi dibanding apabila waktu sahur kita mengkonsumsi bukan gula jadi.
Nasi dan sejenisnya tidak langsung diserap oleh tubuh, melainkan perlu waktu untuk mengubahnya dulu menjadi gula jadi glukosa sebelum diserap oleh tubuh. Maka oleh karena seperti itu yang terjadi, kita tidak lekas merasa lapar.
Gula jadi dalam sirop, kolak, manisan memberi andil untuk terjadinya kelebihan kalori tubuh selama berpuasa.
Ya, dikarenakan gula jadi dalam sirop, kolak, manisan dan menu serba manis lebih banyak dikonsumsi, maka terasa lebih lekas meredakan rasa lapar, dan itu yang mendorong kita makan lebih banyak . Padahal menu dari jenis ini sering mendominasi menu selama berpuasa.
Selain pilihan menu serba manis yang juga dikonsumsi sewaktu berbuka puasa, rata-rata porsi menu serba manis juga tanpa terasa cenderung dikonsumsi berlebihan. Segelas sirop terasa lebih pas mengatasi dahaga dibanding segelas air putih belaka. Semangkuk kolak pisang bisa jadi lebih besar kalorinya dibanding sepiring nasi. Belum kelebihan kalori dari santan, dan ekstra lauk yang ditambahkan ke dalam menu khas puasa saat berbuka puasa. Maka, batasilah yang serba manis, atau kalau tetap ingin memilih yang serba manis, kurangi porsi nasi, mi, ubi, sagu, jagung, atau serealnya, agar berpuasa tidak sampai menambah bobot tubuh.
Sumber : Sahabat Nestle
Tidak ada komentar:
Posting Komentar